Hening dan Tenanglah
Hidup memang tentang memilih. Setiap detik kita gunakan untuk membuat pilihan. Setiap hari kita gunakan untuk membuat keputusan.
Terkadang, ada satu masa dimana pikiran kita terlalu penuh, sampai rasanya sudah tidak mampu memikirkan apa, siapa dan bagaimana. Rasanya semua berkecamuk menjadi satu. Tentang harapan di masa depan, tentang kekecewaan hari ini, tentang penyesalan di masa lalu, tentang pertemanan, tentang perasaan, tentang pekerjaan, bahkan tentang diri sendiri.
Saat itu rasanya kebingungan memenuhi isi jiwa. Banyak hal yang dipikirkan tapi tak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Banyak hal yang dirasakan tapi tak tahu bagaimana mengungkapkannya. Banyak kekacauan di kepala tapi tak tahu bagaimana mendamaikannya.
Saya selalu berusaha, tak tinggal diam di dalam keterpurukan. Saya mencoba bercerita namun percuma. Setiap ingin berbicara, tidak ada sepatah katapun yang keluar. Saat ingin menulis, tidak ada satu katapun yang berhasil ditulis. Saat ingin menangis, tidak ada setitik air matapun keluar, karena memang saya tidak sedang sedih. Saat ingin tertawa pun, saya malah seperti orang gila karena tertawa tidak bisa di paksa. Rasanya biasa saja, mati rasa dan bingung sekali dengan apa yang terjadi.
Andai saya bisa bercerita, mungkin sedikit beban akan terangkat. Andai saya bisa menangis, mungkin saya akan merasa lega. Tapi tak bisa. Saya sedang tidak ingin apa-apa. Saya hanya ingin ketenangan.
Sungguh, tenang, damai dan tentram menjadi barang langka yang sulit didapat. Saat itu saya sadar bahwa ketenangan tidak bisa didapat bahkan ketika hidup saya baik-baik saja.
Jika ketika bahagia masih tidak berkesan, jika kesedihan masih banyak memberikan beban, jika baik-baik saja tidak membuat saya merasakan ketenangan, lalu apa yang salah?
Setelah lama merenung, saya sadar mungkin yang salah bukan apa ujiannya, tapi bagaimana cara saya menerimanya dan bagaimana hubungan saya dengan Sang Pencipta.
Saya menerima ujian dengan selalu memikirkan apa, siapa, kenapa dan bagaimana, padahal jika diuji bahagia tinggal disyukuri saja, jika diuji kesedihan tinggal bersabar saja, dan jika diuji dengan perasaan biasa saja tinggal dijalani saja.
Saya terlalu mencemaskan segala sesuatu. Ketika bahagia bukannya menerima malah merasa takut. Ketika bersedih bukannya belajar malah meratapi nasib. Padahal, hidup di rancang oleh perancang skenario terbaik. Lalu apa yang harus dicemaskan?
Dan sepertinya, iman saya sedang melemah. Sehingga saya lupa pada Sang Pencipta. Padahal, jauh-jauh hari Allah sudah mengingatkan dalam al-Qur'an, "Alaa bidzikrillahi tathmainnul qulub" (Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram). Lalu kenapa saya harus lelah berlari hanya untuk mencari ketenangan pada manusia?
Saya terlalu sibuk mencari tenang, sampai lupa pada Dzat yang mempu memberikan ketenangan. Saya terlalu sibuk mencari validasi manusia, padahal dunia itu sementara. Saya terlalu sibuk mencari cinta manusia, padahal ada Dzat yang setiap hari memberikan saya cinta dan kasih sayang-Nya. Saya terlalu sibuk mencari telinga yang siap mendengar kapan saja, padahal sudah ada Dzat yang selalu ada, tak pernah tidur dan selalu memberi nikmat di setiap detiknya. Saya terlalu sibuk mencari sumber bahagia, padahal hanya dengan mengingatnya saja bisa membuat hati damai. Saya terlalu sibuk pada dunia, sampai lupa bahwa ini hanya sementara.
Akhirnya saya sadar, ternyata yang membuat pikiran saya berisik bukan banyaknya masalah, tapi kurangnya ibadah. Ternyata yang membuat saya cemas bukan beratnya masalah, tapi kurangnya rasa percaya pada segala ketetapan-Nya.
Ternyata kehilangan nikmat beribadah sesakit ini, ya?
Ternyata jauh dari Allah sebingung ini, ya?
Padahal kunci ketenangan adalah mengingatnya. Dan kunci bahagia adalah percaya akan ketetapan-Nya. Namun saya tetap lalai menjalankannya. Astagfirullah...
Mulai sekarang, jangan sibuk mengejar dunia. Jangan sibuk mencari bahagia pada manusia. Kejarlah akhirat-Nya. Sibukkanlah untuk mengingat-Nya.
Kemudian hening dan tenanglah, ceritakan di atas sajadah, lalu pasrahlah akan segala takdir-Nya. Karena pasti ketenangan hati akan menghampiri, dan ketenangan jiwa akan terasa nyata.
Komentar
Posting Komentar