Sisakan Ruang Untuk Kecewa



Aku lahir di tengah badai kehidupan yang hebat. Besar dengan luka yang teramat dalam. Belajar dari pengalaman yang menyakitkan. Aku selalu waspada ketika berhubungan dengan manusia. Aku takut sekali. Semenjak kejadian itu, aku tidak pernah sepenuhnya menaruh rasa percaya kepada siapapun. Aku tidak pernah menceritakan apapun kepada siapapun. Aku takut dikhianati lagi. Aku takut dikasari lagi. Aku takut dihina lagi. Dan aku sangat takut untuk ditinggalkan lagi. 

Tahun berlalu dan hari berganti, rasa takut untuk percaya kepada manusia kini mulai terkikis. Aku bertemu dengan orang-orang yang sangat baik. Perlahan mereka mengubah caraku memandang dunia. Aku tidak lagi memadang duniaku hitam, karena mereka mengajarkan caraku membaca warna dan mengukir tawa. Aku tidak lagi takut sendiri, karena mereka selalu ada ketika trauma itu datang lagi. Aku tidak lagi takut untuk bercerita, karena mereka selalu ada kapanpun aku butuh telinga. Aku tidak lagi takut untuk percaya, karena mereka bisa memberikan kasih sayang yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya.

Aku bahagia, sungguh. Semua kisah kuceritakan pada mereka. Segala keluh kesah aku luahkan pada mereka. Segala cinta telah aku berikan pada mereka. Aku sangat percaya. Bahkan kisah kelam itu juga tak luput kuceritakan. Aku berharap setelah mereka tahu, mereka akan mengerti keadaan apa yang aku benci, perilaku apa yang membuatku sakit hati dan apa hal yang paling aku takuti. Aku berharap mereka mau belajar mengerti itu semua.

Seiring waktu, aku pun banyak mengenal mereka, dan ternyata aku salah. Mereka tidak pernah belajar dari kisah itu. Mereka tidak sepenuhnya peduli. Mereka tahu aku paling tidak suka dibentak, tapi mereka malah membentak. Aku paling takut diacuhkan, tapi mereka mengacuhkan. Aku paling benci dimarahi, tapi mereka malah memarahi. Aku paling benci dibohongi, tapi mereka malah membohongi. 

Mungkin aku terkesan egois disini, ingin selalu dimengerti. Tapi percayalah, aku begitu karena aku selalu berusaha mengerti mereka. Bahkan aku sering memendam luka sendirian hanya karena takut semuanya akan berantakan. Aku selalu mengalah dan memaklumi apapun. Jadi aku pun berharap mereka demikian. Apa mungkin aku salah?
Padahal, aku tidak pernah se-sayang ini, aku tidak pernah se-percaya ini. Tapi kenapa, ya manusia selalu mengecewakan? 

Padahal aku menganggap mereka malaikat yang memberiku cahaya dalam gelap, aku menganggap mereka oase di tengah padang pasir yang tandus, aku menganggap mereka lebih dari sekedar sahabat. Aku mempercayai mereka lebih dari aku mempercayai diriku sendiri. Aku menyayangi mereka lebih dari aku menyayangi diri sendiri. Dan ternyata, disitu letak masalahnya.

Sepertinya memang benar, yang menyakitiku itu bukan mereka, tapi diriku sendiri bersama ekspektasi yang kubangun. Aku terlalu percaya, sampai lupa bahwa yang namanya manusia selalu ada cela. Aku terlalu sayang, sampai lupa bahwa yang lebih pantas untuk disayangi adalah diri sendiri. Aku terlalu menganggap mereka hebat, sempurna, sampai lupa untuk mengapresiasi diri sendiri. Aku terlalu banyak memberikan cinta, padahal cinta adalah sumber luka dan air mata.

Mulai sekarang sepertinya aku harus mulai belajar hal baru lagi. Belajar bagaimana mencintai dan menghargai diriku sendiri, serta belajar untuk tidak bergantung kepada apapun dan siapapun.

Karena sebaik apapun manusia, ada saatnya dia jahat. Sesabar apapun manusia, ada saatnya dia marah. Sesetia apapun manusia, ada saatnya dia pergi. Sepeduli apapun manusia ada saatnya dia acuh. Manusia itu kompleks dan rumit, dan kamu tidak bisa 100% percaya. Dalamnya lautan masih bisa diselami, tapi dalamnya hati siapa yang tahu? 

Jadi, sesayang apapun, secinta apapun, sepercaya apapun, tetap sisakan dalam hati ruang untuk kecewa. Ingat, berharap kepada manusia adalah rasa sakit yang disengaja. Dan mereka tidak akan bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat padamu. Yang bisa menolongmu adalah Allah dan dirimu sendiri. Jadi, berhentilah mencari atensi dan validasi dari manusia, fokus pada diri sendiri saja.

Jangan terus-menerus menjadi obat untuk orang lain, jangan juga terus-menerus mencari obat pada orang lain. Tapi jadilah obat untuk dirimu sendiri. Karena manusia itu sumber kecewa, jangankan orang lain diri sendiri pun kadang mengecewakan. Dan jangan pernah bergantung pada apapun dan siapapun di dunia ini. Karena manusia itu rumit, jangankan orang lain, bayangan diri sendiri pun akan meninggalkan ketika gelap. Jadi mau berharap apa pada manusia? 

***

Ah, aku ini selalu begini. Mengetik kata tanpa makna, bercerita seolah jadi korbannya, kemudian menasehati seakan paling bijaksana. Tapi tak apa, kita belajar sama-sama, ya. Karena ketidaksempurnaan manusia adalah kesempurnaan, jadi jangan memaksakan diri menjadi orang lain. Cintai dan jadilah diri sendiri, maka semestapun akan mencintaimu, bukankah begitu? 

Mungkin saja ketidaksempurnaanku adalah caraku untuk belajar mencintai diri sendiri. Mungkin keluh kesahku adalah caraku untuk belajar makna hidup. Mungkin sifat rumitku adalah caraku belajar bagaimana semesta bekerja. Tak ada yang sia-sia bukan? 

Hidup ini adalah perjalanan panjang, mau berjalan pelan ataupun berlari  manusia punya rintangan dan tujuan akhir yang berbeda. Jadi jangan membandingkan dirimu dengan orang lain, ya. Jangan samakan prosesmu dengan orang lain. Jangan samakan standar kebaikanmu dengan orang lain. 

Semua orang baik dengan versinya, semua orang hebat dengan jalan ceritanya, semua orang kuat dengan ujiannya. Semua orang unik dengan setiap kekurangannya. 

***




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menelaah Makna lagu Mata Air - Hindia

Haruskah?

APAKAH ORANG YANG MENDATANGI PSIKOLOG ADALAH ORANG GILA?